BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

21 Mei 2009

BAHAGIAKANLAH ORANG TUA SELAGI MASIH ADA WAKTU


usia ayah telah mencapai 70 tahun, namun tubuhnya masih kuat. Dia mampu mengendarai sepeda ke pasar yang jauhnya lebih kurang 2 kilo meter untuk belanja keperluan sehari-hari. Sejak meninggalnya ibu pada 6 tahun yang lalu, ayah sendirian di kampung. Oleh karena itu, kami kakak beradik lima orang bergiliran menjenguknya. Kami semuanya sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari kampung halaman di Teluk Intan.
Sebagai anak sulung, saya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Setiap kali saya menjenguknya, setiap kali itulah istri saya mengajaknya untuk tinggal bersama kami di Kuala Lumpur,. "nggak usah. Lain kali saja !" jawab ayah. Jawaban itu yang selalu di berikan kepada kami saat mengajaknya pindah.
Kadang-kadang ayah mengalah dan mau menginap bersama kami, namun 2 hari kemudian dia minta untuk diantar balik. Ada-ada saja alasannya. Suatu hari January lalu, ayah mau ikut saya ke Kuala Lumpur. Kebetulan sekolah masih libur , maka anak-anak saya sering bermain dan bersenda gurau dengan kakek mereka. Memasuki hari ketiga, ia mulai minta pulang. Seperti biasa., ada-ada saja alasan yang diberikannya. "saya sibuk, ayah, tak boleh ambil cuti. Tunggulah sebentar lagi. Akhir minggu ini saya akan mengantar ayah," balas saya. Anak-anak saya ikut membujuk kakek mereka.
"Biarlah pulang sendiri jika sibuk. Tolong belikan tiket bus saja yah." Katanya yang membuat saya bertambah kesal berkali-kali ulang dengan menggunakan bus sendirian saja yah." Bujuk saya saat makan malam . ayah diam dan lalu masuk ke kamar bersama cucu-cucunya. Esok paginya saat saya hendak berangkat ke kantor, ayah sekali lagi memita saya untuk menbelikan tiket bus . "ayah ini benar-benar enggak mau mengerti yah. Saya sedang sibuk, sibuuuukkk!!!" balas saya terus keluar menghidupkan mobil. Saya tinggalkan ayah terdiam di muka pintu. Sedih hati saya melihat mukanya . Didalam mobil, istri saya lalu berkata, "Mengapa bersikap kasar kepada ayah ? bicaralah baik-baik! Kasihankan Ayah!"
Saya terus membisu. Sebelum istri saya turun setibanya di kantor, dia berpesan agar saya penuhi permintaan ayah. "jangan lupa, bang ! belikan tiket buat ayah ," katanya singkat. Dikantor saya termenung cukup lama. Lalu saya meminta ijin untuk keluar kantor membeli tiket bus buat ayah .
kata saya singkat. Saya memang saat itu bersikap agak kasar karena didorong rasa marah akibat sikap keras kepala ayah. Ayah tanpa banyak bicara langsaung berbenah. Dia masukkan baju-bajunya ke dalam tas dan kami berangkat. Selama dalam perjalanan, kami tak berbicara sepatah katapun.
Saat itu ayah tau kalau saya sedang marah. Ia pun enggan menyapa saya. Setibanya di stasiun , saya lalu mengantarkannya ke bus. Setelah itu saya pamit dan turun dari bus. Ayah tidak mau melihat saya, matanya memandang ke luar jendela. Setelah bus berangkat, saya lalu kembali ke mobil. Saat melewati halaman stasiun, saya melihat tumpukan kue pisang diatas meja dagangan dekat stasiun. Langkah saya lalu terhenti dan teringat oleh ayah yang sangat menyukai kue itu. Setiap kali ia pulang ke kampung, ia selalu minta dibelikan kue itu. Tapi hari itu ayah tidak meminta apapun. Saya lalu segera pulang, tiba di rumah, perasaan jadi tak menentu. Ingat pekerjaan di kantor, ingat ayah yang sedang dalam perjalanan, ingat istri yang sedang di kantornya. Malam itu sekali lagi saya mempertahankan ego saya saat istri saya meminta menelepon ayah di kampung seperti yang biasa dilakukan setiap kali ayah pulang dengan bus. Malam berikutnya, istri bertanya lagi apakah ayah sudah saya hubungi. "nggak mungkin belum tiba," jawab saya sambil meninggikan suara. Dini hari itu , saya menerima telpon dari rumah sakit Teluk Intan. "Ayah sudah tiada," kata sepupu saya disana . "Beliau meninggal 5 menit yang lalu setelah mengalami sesak nafas yang senja tadi." Ia lalu meminta saya segera pulang. Saya lalu jatuh terduduk di lantai dengan gagang telepon masih di tangan. Istri lalu datang dan bertanya, "Ada Apa, Bang? " saya hanya menggeleng-geleng dan tidak beberapa lama baru bisa berkata, "Ayah sudah tiada!!"
Setibanya dikampung, saya tak henti- hentinya menangis. Barulah saat itu saya sadar bahwa betapa berharganya ayah dalam hidup ini. Kue pisang, kata- kata saya kepada ayah, sikapnya sewaktu dirumah, kata-kata istri mengenai ayah silih berganti menyerbu pikiran. Sungguh pedih … hancur hati saya, penuh dengan penyesalan saat teringat semua perbuatanku, emosiku terhadap Ayah Tercinta.

Saya sangat merasa kehilangan ayah yang pernah menjadi tempat saya mencurahkan isi hati, teman berbagi kasih, ayah sangat mengerti dan mencintai anak-anaknya. Mengapa saya tidak dapat merasakan perasaan seorang ayah yang merindukan belaian kasih sayang anak-anaknya sebelum ayah pergi untuk selama-lamanya. Sekarang 5 tahun telah berlalu. Setiap kali pulang ke kampung, hati saya bagai terobek-robek saat memandang nisan diatas pusara ayah. Saya tidak dapat menahan air mata, teringat pada saat terakhir saya bersamanya. Saya merasa sangat bersalah dan tidak dapat memaafkan diri ini. Benar kata orang, kalau hendak berbakti sebaiknya sewaktu ayah-ibu masih ada. Jika sudah tiada , menangis air mata darah pun tidak berarti lagi.
Kepada pembaca yang massi memiliki orangtua, jagalah perasaan mereka. Kasihilah mereka sebagaimana mereka merawat kita sewaktu kecil dulu.

Don't find love,
Let love find you.
That's why it's called
Falling in love,
Because you don't
Force your self to fall,
You just fall.

DIA SELALU ADA!!


Ada sebuah suku pada bangsa Indian yang memiliki cara yang unik untuk mendewasakan anak laki-laki dari suku mereka.

Jika seorang anak laki-laki tersebut dianggap sudah cukup umur untuk di dewasakan, maka anak laki-laki tersebut akan di bawa pergi oleh seorang pria dewasa yang bukan sanak saudaranya, dengan mata tertutup.

Anak laki-laki tersebut di bawa jauh menuju hutan yang paling dalam. Ketika hari sudah menjadi sangat gelap, tutup mata anak tersebut akan dibuka, dan orang yang menghantarnya akan meninggalkannya sendirian. Ia akan dinyatakan lulus dan diterima sebagai pria dewasa dalam suku tersebut jika ia tidak berteriak atau menangis hingga malam berlalu.
Malam begitu pekat, bahkan sang anak itu tidak dapat melihat telapak tangannya sendiri, begitu gelap dan ia begitu ketakutan. Hutan tersebut mengeluarkan suara-suara yang begitu menyeramkan, auman serigala, bunyi dahan bergemerisik, dan ia semakin ketakutan, tetapi ia harus diam, ia tidak boleh berteriak atau menangis, ia harus berusaha agar ia lulus dalam ujian tersebut.

Satu detik bagaikan berjam-jam, satu jam bagaikan bertahun-tahun, ia tidak dapat melelapkan matanya sedetikpun, keringat ketakutan mengucur deras dari tubuhnya.

Cahaya pagi mulai tampak sedikit, ia begitu gembira, ia melihat sekelilingnya, dan kemudian ia menjadi begitu kaget, ketika ia mengetahui bahwa ayahnya berdiri tidak jauh dibelakang dirinya, dengan posisi siap menembakan anak panah, dengan golok terselip dipinggang, menjagai anaknya sepanjang malam, jikalau ada ular atau binatang buas lainnya, maka ia dengan segera akan melepaskan anak panahnya, sebelum binatang buas itu mendekati anaknya. Sambil berdoa agar anaknya tidak berteriak atau menangis.

Dalam mengarungi kehidupan ini, sepertinya Tuhan "begitu kejam" melepaskan anak-anakNya kedalam dunia yang jahat ini.
Terkadang kita tidak dapat melihat penyertaanNya, namun satu hal yang pasti.. !
DIA setia,
DIA mengasihi kita,
dan DIA selalu ada bagi kita…

sumber: www.guangji.org