BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

08 Agustus 2009

SEVERN SUZUKI


Severn Suzuki's Address di KTT Bumi

Severn Suzuki's Address di KTT Bumi
Ini adalah ceramah seorang anak berusia 12 tahun di KTT Bumi tahun 1992 di Rio Centro, Brazil. Ceramah ini disambut luar biasa oleh audience dengan standing ovation. Kita harus mendengar ceramah ini dan harus melakukan sesuatu dengan aksi nyata sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab untuk masa depan generasi penerusnya.


Severn Suzuki's Address to the Plenary Session,
Earth Summit, Rio Centro, Brazil 1992


Hello, I'm Severn Suzuki speaking for E.C.O. - The Environmental Children's organisation.

We are a group of twelve and thirteen-year-olds from Canada trying to make a difference:
Vanessa Suttie, Morgan Geisler, Michelle Quigg and me.

We raised all the money ourselves to come six thousand miles to tell you adults you must change your ways. Coming here today, I have no hidden agenda. I am fighting for my future.

Losing my future is not like losing an election or a few points on the stock market. I am here to speak for all generations to come.

I am here to speak on behalf of the starving children around the world whose cries go unheard.

I am here to speak for the countless animals dying across this planet because they have nowhere left to go. We cannot afford to be not heard.

I am afraid to go out in the sun now because of the holes in the ozone. I am afraid to breathe the air because I don't know what chemicals are in it.

I used to go fishing in Vancouver with my dad until just a few years ago we found the fish full of cancers. And now we hear about animals and plants going exinct every day - vanishing forever.

In my life, I have dreamt of seeing the great herds of wild animals, jungles and rainforests full of birds and butterfilies, but now I wonder if they will even exist for my children to see.

Did you have to worry about these little things when you were my age?

All this is happening before our eyes and yet we act as if we have all the time we want and all the solutions.

I'm only a child and I don't have all the solutions, but I want you to realise, neither do you!

You don't know how to fix the holes in our ozone layer.

You don't know how to bring salmon back up a dead stream.

You don't know how to bring back an animal now extinct.

And you can't bring back forests that once grew where there is now desert.

If you don't know how to fix it, please stop breaking it!

Here, you may be delegates of your governments, business people, organisers, reporters or poiticians - but really you are mothers and fathers, brothers and sister, aunts and uncles - and all of you are somebody's child.

I'm only a child yet I know we are all part of a family, five billion strong, in fact, 30 million species strong and we all share the same air, water and soil - borders and governments will never change that.

I'm only a child yet I know we are all in this together and should act as one single world towards one single goal.

In my anger, I am not blind, and in my fear, I am not afraid to tell the world how I feel.

In my country, we make so much waste, we buy and throw away, buy and htrow away, and yet northern countries will not share with the needy. Even when we have more than enough, we are afraid to lose some of our wealth, afraid to share.

In Canada, we live the privileged life, with plenty of food, water and shelter - we have watches, bicycles, computers and television sets.

Two days ago here in Brazil, we were shocked when we spent some time with some children living on the streets.

And this is what one child told us: "I wish I was rich and if I were, I would give all the street children food, clothes, medicine, shelter and love and affection."

If a child on the street who has nothing, is willing to share, why are we who have everyting still so greedy?

I can't stop thinking that these children are my age, that it makes a tremendous difference where you are born, that I could be one of those children living in the Favellas of Rio; I could be a child starving in Somalia; a victim of war in the Middle East or a beggar in India.

I'm only a child yet I know if all the money spent on war was spent on ending poverty and finding environmental answers, what a wonderful place this earth would be!

At school, even in kindergarten, you teach us to behave in the world. You teach us:

- not to fight with others,
- to work things out,
- to respect others,
- to clean up our mess,
- not to hurt other creatures
- to share - not be greedy

Then why do you go out and do the things you tell us not to do?

Do not forget why you're attending these conferences, who you're doing this for - we are your own children.

You are deciding what kind of world we will grow up in. Parents should be able to comfort their children by saying "everyting's going to be alright', "we're doing the best we can" and "it's not the end of the world".

But I don't think you can say that to us anymore. Are we even on your list of priorities? My father always says "You are what you do, not what you say."

Well, what you do makes me cry at night. you grown ups say you love us. I challenge you, please make your actions reflect your words. Thank you for listening.

01 Agustus 2009

Hadiah dari Sang Ayah

Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda,sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan. Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford.

Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya, bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.

Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,… bukan sebuah kunci ! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Kitab Suci yang bersampulkan kulit asli, dikulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas.

Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, “Yaahh… Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan kitab suci ini untukku ? ” Lalu dia membanting Kitab Suci itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri.

Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya.

Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Kitab Suci itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Kitab Suci itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Kitab Suci itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan Tuhan Maha Kaya dari segala apa yang ada di dunia ini”

Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Kitab Suci itu. Dia memungutnya,…. sebuah kunci mobil ! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir kitab suci itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.

Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga.

Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati….